|     Sunan   Gresik :Wali Songo Pertama mau tau sekila sejarah sunan gresik klik disini aja ya  |    
|     Nusantara   |   
|     Selasa, 08   September 2009 08:20   |   
    Sunan GresikAgama Islam   menyebar di bumi nusantara dikabarkan dilakukan oleh para ulama yang kemudian   dianugrahi gelar Wali Songo. Dan Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim   adalah sosok ulama pertama yang diberi gelar sebagai Wali Songo.  Sunan   Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah seorang   Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah   Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapura, kota Gresik, Jawa Timur. Tidak   terdapat bukti sejarah yang meyakinkan mengenai asal keturunan Maulana Malik   Ibrahim, meskipun pada umumnya disepakati bahwa ia bukanlah orang Jawa asli.   Sebutan Syekh Maghribi yang diberikan masyarakat kepadanya, kemungkinan   menisbatkan asal keturunannya dari Maghrib, atau Maroko di Afrika Utara. Babad   Tanah Jawi versi J.J. Meinsma menyebutnya dengan nama Makhdum Ibrahim   as-Samarqandy, yang mengikuti pengucapan lidah Jawa menjadi Syekh Ibrahim   Asmarakandi. Ia memperkirakan bahwa Maulana Malik Ibrahim lahir di Samarkand,   Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Dalam keterangannya   pada buku The History of Java mengenai asal mula dan perkembangan kota   Gresik, Raffles menyatakan bahwa menurut penuturan para penulis lokal,   "Mulana Ibrahim, seorang Pandita terkenal berasal dari Arabia, keturunan   dari Jenal Abidin, dan sepupu Raja Chermen (sebuah negara Sabrang), telah   menetap bersama para Mahomedans lainnya di Desa Leran di Jang'gala". Namun   demikian, kemungkinan pendapat yang terkuat adalah berdasarkan pembacaan J.P.   Moquette atas baris kelima tulisan pada prasasti makamnya di desa Gapura   Wetan, Gresik; yang mengindikasikan bahwa ia berasal dari Kashan, suatu   tempat di Iran sekarang. Terdapat   beberapa versi mengenai silsilah Maulana Malik Ibrahim. Ia pada umumnya   dianggap merupakan keturunan Rasulullah SAW; melalui jalur keturunan Husain   bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali   al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah,   Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam,   Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan),   Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal, Jamaluddin Akbar al-Husain   (Maulana Akbar), dan Maulana Malik Ibrahim.  Penyebaran   Agama Maulana   Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama menyebarkan   agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior diantara para Walisongo   lainnya. Beberapa   versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah   yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran,   Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai   menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid   pertama di desa Pasucinan, Manyar. Pertama-tama   yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa   yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari.   Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk   asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh   agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk   ke dalam agama Islam. Sebagaimana   yang dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas pertama yang dilakukan   Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan   terbuka, yang sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar. Perdagangan   membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan   para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan perdagangan tersebut   sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal. Setelah   cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan   ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam   tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di   pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa   Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran;   mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di   ibukota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat.  Demikianlah,   dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan   ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang   merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Hingga saat   ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan   agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat   setempat ramai berkunjung untuk berziarah.  Ritual   ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal,   sesuai tanggal wafat pada prasasi makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan   khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan   dihidangkan makanan khas bubur harisah. Legenda   Rakyat Menurut   legenda rakyat, dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari Persia.   Maulana Malik Ibrahim Ibrahim dan Maulana Ishaq disebutkan sebagai anak dari   Maulana Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Maulana Ishaq disebutkan   menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau   Sunan Giri. Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke   pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau   Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Maulana   Ishak mengislamkan Samudera Pasai. Maulana   Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda disebut sebagai   negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja   yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali   Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri   itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa,   kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Maulana   Malik Ibrahim dalam cerita rakyat terkadang juga disebut dengan nama Kakek   Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat   bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar   yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selain   itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib,   diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal   dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya. Wafat Setelah   selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun   1419 Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di desa Gapura   Wetan, Gresik, Jawa Timur. Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut   diberi nama Jalan Malik Ibrahim.   |   

Tidak ada komentar:
Posting Komentar